Kendari – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Hukum (FH), Universitas Halu Oleo (UHO) menantang tiga pimpinan instansi di Sulawesi Tenggara (Sultra) untuk melakukan investigasi tambang liar di Bumi Anoa.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua BEM FH UHO Muh Bissabir dalam Forum Diskusi soal pertambangan di Sultra yang diselenggarakan BEM FH yang di Aula FH UHO, Kamis (25/7).
Ketiga instansi yang ditantang itu ialah Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), dan Komandan Resor Militer (Danrem).
“Ayo, kami tantang Kapolda, Kajati, dan Danrem Sultra untuk melakukan investigasi terpadu tambang liar yang ada di Sultra bersama mahasiswa dan masyarakat,” kata Muh. Bissabir kepada Kabengga. Id melalui press learesnya, Sabtu (27/7).
Muh. Bissabir yang biasa dipanggil Sabir itu menantang tiga instansi itu, sebab ia menilai gagal dalam menyelesaikan kasus tambang liar yang marak terjadi di wilayah bumi anoa.
Dalam langkah konkrit untuk mengatasi masalah tambang liar ini, Sabir menantang Kapolda, Kajati, dan Danrem untuk melakukan investigasi secara terbuka yang didampingi oleh mahasiswa dan masyarakat.
“Kami menuntut agar investigasi dilakukan secara transparan, melibatkan mahasiswa dan masyarakat sebagai pengawas independen. Dengan demikian, kebenaran dapat terungkap tanpa adanya manipulasi dan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dapat dipulihkan,” tegas Bissabir.
Sabir menandaskan meskipun telah terjadi beberapa kali pergantian pimpinan instansi, tidak ada dampak signifikan terhadap upaya penanganan ilegal mining.
“Kapolda, Kajati, dan Danrem seolah hanya berganti posisi tanpa memberikan solusi konkret. Masalah tambang liar terus berlanjut dan semakin merugikan negara serta lingkungan,” ujar Mahasiswa ini dengan nada tegas.
Sabir mengungkapkan data kerugian negara akibat aktivitas pertambangan ilegal di Sultra mencapai triliun rupiah. Menurut laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pada tahun 2023 saja, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 1,5 T akibat eksploitasi sumber daya alam (SDA) tanpa izin.
“Ini bukan angka kecil. Kerugian ini sangat mempengaruhi perekonomian daerah dan merugikan masyarakat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Sabir mendesak agar pemerintah pusat turun tangan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja para pimpinan instansi di Sultra.
“Kami menginginkan tindakan nyata, bukan sekadar retorika. Penegakan hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” harap Sabir.
Selain itu, Sabir juga menyoroti adanya oknum-oknum aparat penegak hukum yang diduga membekingi aktivitas tambang ilegal.
“Kasus-kasus ini tidak hanya menunjukkan kelemahan sistem, tetapi juga adanya keterlibatan pihak-pihak yang seharusnya menegakkan hukum. Contoh kasus yang sudah terjadi adalah operasi tambang ilegal di Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut). Pada tahun 2023, terungkap bahwa tambang ini dibekingi oleh sejumlah oknum aparat yang seharusnya bertugas menegakkan hukum,” ungkapnya.
Kritik keras ini mencerminkan kekecewaan masyarakat dan mahasiswa terhadap lemahnya penegakan hukum di sektor pertambangan. Kasus tambang liar yang tak kunjung tuntas menjadi bukti nyata bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem dan implementasi kebijakan di Sultra.
Sabir mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawasi kinerja para pejabat dan mendorong perubahan yang lebih baik demi masa depan Sultra yang bebas dari tambang liar dan kerusakan lingkungan. (LMS)