Kendari ll Kabengga.Id – Sebanyak 13 perusahaan tambang di Blok Mandiodo dan Blok Lasolo Kepulauan (Laskep) diduga melakukan aktivitas pemuatan dan penjualan ore nikel tanpa izin konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL). Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra memastikan belasan perusahaan tambang tersebut tak mengantongi izin lintas TWAL. Padahal, lalu lintas tongkang pengangkut ore dari jetty masing-masing perusahaan ini kerap melintasi kawasan konservasi vital Pulau Labengki.
Sehingga menimbulkan kekhawatiran serius terhadap dampak pencemaran laut yang mengancam ekosistem wisata bahari yang menakjubkan. Izin lintas kawasan konservasi ini sejatinya bukan sekadar formalitas belaka. Karena memuat sejumlah kewajiban penting yang harus dipenuhi perusahaan, antara lain Melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat lokal di lingkar tambang, dan melaksanakan kegiatan pembersihan pantai di area konservasi. Tak hanya itu, korporasi juga wajib melakukan transplantasi terumbu karang di area konservasi, dan melakukan pengawasan bersama dengan
Namun, dari sekian banyak Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di dua blok tersebut, 13 perusahaan ini secara terang-terangan belum memiliki Izin Konservasi TWAL. Fakta mengejutkan ini dikonfirmasi langsung oleh Kepala BKSDA Sultra, Sukrianto Djawie, saat diwawancarai awak media, Rabu 23 Juli 2025. ”Jadi, seharusnya ada perjanjian kerja sama, itu kan mekanisme pakai perjanjian kerja sama kalau pakai Izin perlintasan itu, ” ujar Sukrianto Djawie.
Lebih lanjut, dengan gamblang Ia menegaskan, bahwa perusahaan tidak boleh melintasi kawasan TWAL tanpa adanya izin resmi. Olehnya itu, jika pelanggaran ini tak kunjung diindahkan, maka Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum LHK) akan turun tangan. ”Saya tegaskan lagi tidak boleh melintas tanpa ada izinnya. Untuk sanksi, selama ini belum kita berikan karena kita masih persuasif. Nanti kita bersurat ke Ditjen, kita mau koordinasikan dengan Gakkum,” jelasnya.
Mirisnya, upaya persuasif BKSDA sejauh ini nihil respons, tak ada upaya keseriusan pihak korporasi untuk melengkapi dokumen perizinan tersebut. ”Kita sudah surati mereka (13 perusahaan) tapi tidak ada yang respons,” pungkas Sukrianto. ( * )