Kendari – Sidang kasus dugaan korupsi anggaran persediaan makan minum (Mamin) Sekretariat Daerah (Setda) Kota Kendari tahun 2020 kembali digelar di Pengadilan Negeri Kendari, Kamis (10/7).
Perkara ini menyeret eks Sekda Kendari, Nahwa Umar, sebagai salah satu terdakwa.
Dalam sidang kedelapan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kendari, yakni Marwan Arifin, S.H., M.H. dan Asnadi Tawulo, S.H., M.H., menghadirkan dua orang saksi dari Bank Sultra serta seorang ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Tenggara.
Kedua saksi dari Bank Sultra adalah Gustian Hidayatullah dan Zulkifli Ghazali. Sementara ahli yang dihadirkan yaitu Priyan M.K dari BPKP Sultra.
Sidang dimulai sekitar pukul 09.50 WITA dan dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Arya Putra Negara Kutawaringin. Setelah pengambilan sumpah terhadap para saksi dan ahli, JPU mulai mengajukan pertanyaan.
Dalam keterangannya, Zulkifli Ghazali mengungkap bahwa ia yang membuat akun untuk keperluan pencairan anggaran atas nama Nahwa Umar, berdasarkan surat permintaan dan spesimen tanda tangan yang diterima.
“Saya yang membuatkan akun (untuk Nahwa Umar), atas dasar surat permintaan dan berdasarkan spesimennya,” jelas Zulkifli.
Untuk akun operasional eks bendahara pengeluaran Bagian Umum Setda Kendari, Zulkifli juga mengaku membuatkannya. Akun tersebut diserahkan secara langsung ke Sekretariat, namun tanpa pertemuan langsung karena situasi pandemi Covid-19 saat itu.
“User supervisenya saya antarkan ke Sekretariat, tapi tidak bertemu langsung karena saat itu masih pandemi,” katanya.
Zulkifli menegaskan bahwa pencairan dana hanya dapat dilakukan dan disetujui (approve) oleh pemilik akun, dalam hal ini Pengguna Anggaran (PA) yakni Nahwa Umar, dan Bendahara Pengeluaran, Ningsih.
“Pencairan hanya bisa di-approve oleh user, yaitu PA dan Bendahara Pengeluaran,” tegasnya.
Dalam perkara ini, tiga orang menjadi terdakwa, yakni mantan Sekda Kota Kendari Nahwa Umar, eks Bendahara Pengeluaran Bagian Umum Setda Ariyuli Ningsih Lindoeno, dan stafnya, Muchlis. Mereka didakwa melakukan tindak pidana korupsi pada lima pos kegiatan, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 444 juta (redaksi)