KONAWE SELATAN – KABENGGA,ID ll Dugaan penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang terjadi di Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) kini menjadi kecaman publik.
Pendistribusian BBM bersubsidi tersebut dilakukan oleh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBN) Fahri Pratama Energi (FPE) bernomor 7893801 yang beralamat di Jalan Poros Amolego, Desa Ngapawali Kecamatan Kolono Timur, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Mahasiswa asal Kecamatan Kolono Timur, Denil Son, menyatakan bahwa berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh pihaknya terdapat ketidak sesuaian penyaluran BBM yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
“Hasil advokasi kami di lapangan menemukan adanya dugaan ketidaksesuaian harga HET, baik untuk Solar maupun Pertalite,” ungkap Denil son, Jumat (17/10/2025).
Ia menjelaskan, berdasarkan ketentuan resmi pemerintah, harga HET Solar seharusnya Rp6.800 per liter. Namun, dari hasil pengamatan di lapangan, harga yang berlaku di SPBUN Fahri Pratama Energi mencapai Rp7.500 per liter.
Demikian pula dengan Pertalite, yang semestinya dijual Rp10.000 per liter, diduga dijual dengan harga Rp10.500 per liter.
“Ini artinya ada selisih yang jelas memberatkan masyarakat. Padahal BBM subsidi diberikan untuk meringankan beban rakyat kecil, bukan untuk dijadikan ladang keuntungan jika dihitung dari jumlah besar jelas ini menguntungkan pihak tertentu, tegas Denil son
Denil son yang juga eks Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FPIK UHO ini menyarankan masyarakat dan nelayan setempat agar lebih kritis terhadap keberadaan lembaga penyalur BBM bersubsidi.
Ia menambahkan, bahwa secara tersirat masyarakat yang menjadi pengempul jangan sampai ikut terlibat sebab apa bila ikut terlibat bisa terjerat juga atas dugaan kerjasama.
Menurut Denil berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terdapat pidana bagi pelaku yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah” tegas denil
“Bahkan ancaman pidananya adalah: Penjara paling lama 6 tahun, denda paling tinggi Rp.60 miliar,” tegasnya.
Dalam konteks ini, kata Denil, Pertamina sebagai penyedia utama BBM bersubsidi harus bertanggung jawab. Denil khawatir jangan sampai terjadi aksi pencurian terstruktur dan masif terhadap uang rakyat dengan modus mengubah harga yang tidak sesuai aturan.
Denil menyampaikan bahwa pihaknya bersama rekan mahasiswa akan menyampaikan temuan ini kepada instansi berwenang, termasuk pemerintah daerah dan Pertamina, untuk memastikan bahwa distribusi dan harga BBM bersubsidi benar-benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami akan mengadukan kasus ini ke Polda Sultra, kami percaya polda Sultra dapat menemukan titik terang sesuai peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.(MN).