MENJELANG Rapat Koordinasi Nasional Produk Hukum Daerah pada 26-28 Agustus 2025 yang di Selenggarakan di Sulawesi Tenggara harus menjadi momentum pembenahan regulasi di daerah.

Realitas hari ini di Sulawesi Tenggara justru menunjukkan lemahnya komitmen Mendagri dan Pemda Sultra dalam menghadirkan produk hukum yang berpihak kepada rakyat.

Pertama, masalah pertambangan ilegal dan kerusakan lingkungan terus menghantui masyarakat. Di Konawe Kepulauan,Kolaka Utara, Konawe Selatan, dan Bombana, aktivitas tambang nikel menimbulkan pencemaran laut dan kerusakan hutan. Perda terkait lingkungan hidup lemah dan tidak ditegakkan.

Kedua, Pengelolaan tenaga kerja asing (TKA) di kawasan industri Morosi, Kabupaten Konawe, tidak diatur tegas. Akibatnya, masyarakat lokal kehilangan kesempatan kerja, sementara TKA mendominasi di sektor smelter. Selain Itu, Kedatangan Para TKA, sudah mulai banyak berdatangan di Kabupaten Kolaka.

Ketiga, masyarakat pesisir di Wakatobi dan Baubau terus terpinggirkan. Nelayan kesulitan mendapatkan BBM subsidi, harga ikan ditekan tengkulak, dan regulasi perlindungan nelayan hanya sebatas teks tanpa implementasi.

Keempat, Transparansi APBD di beberapa daerah Kabupaten D sultra minim publikasi. Regulasi terkait keterbukaan informasi tidak berjalan, sehingga rawan penyalahgunaan anggaran dan berdampak pada buruknya pelayanan kesehatan maupun pendidikan.

Kami menilai Mendagri gagal melakukan evaluasi substantif atas perda-perda bermasalah di Sultra, sementara Pemda lebih sibuk mengakomodir kepentingan elit dan investor daripada rakyat.

BEM UHO menegaskan bahwa produk hukum daerah seharusnya menjadi instrumen kesejahteraan, bukan sekadar formalitas politik. Jika persoalan ini tidak segera dibenahi, maka krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin parah.

Muhamad Hairun
Menteri Isu Strategis dan Analisis Kebijakan Publik BEM Universitas Halu Oleo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *