Kendari – Lembaga Pemerhati Pembangunan dan Anti Korupsi (LKPP) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti dugaan rangkap jabatan yang dilakukan oleh salah satu pimpinan DPRD Konawe Inisial (N).
Wakil Ketua DPRD Konawe tersebut diduga merangkap sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kabupaten Konawe.
Ketua DPW LKPP Sultra Karmin, SH mengatakan rangkap jabatan tersebut tidak etis, bertentangan dengan nilai-nilai integritas lembaga perwakilan rakyat, dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang serius.
Seorang wakil rakyat seharusnya fokus menjalankan fungsi pengawasan, legislasi dan penganggaran, bukan justru merangkap sebagai pimpinan asosiasi yang bersifat komersil. Ini jelas-jelas bertabrakan dengan fungsi ideal sebagai anggota DPRD,” tegas Karmin kepada media, Senin (07/07).
Menurut Karmin, keterlibatan Wakil Ketua DPRD Konawe sebagai Ketua APBMI sangat riskan, mengingat aktivitas bongkar muat di pelabuhan terutama di kawasan industri Morosi rawan terhadap praktik-praktik pungutan liar yang tidak memiliki dasar hukum. Hal tersebut dinilai bisa membuka ruang terhadap praktik gratifikasi dan penyalahgunaan jabatan.
Apalagi kita tahu, kegiatan di pelabuhan Morosi selama ini disorot terkait dugaan adanya pungutan liar. Jika pimpinan DPRD justru terlibat sebagai Ketua asosiasi bongkar muat, maka sangat mungkin terjadi konflik kepentingan dalam pengambilan kebijakan,” tambah Karmin.
LKPP Sultra mendesak agar Dewan Kehormatan DPRD Konawe segera memanggil dan memeriksa Wakil Ketua DPRD tersebut. Langkah ini dinilai penting agar tidak mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif yang semestinya menjadi simbol pengawasan dan penyalur aspirasi masyarakat.
Kami meminta kepada Dewan Kehormatan DPRD Konawe untuk tidak tutup mata. Wakil Ketua DPRD Konawe harus dipanggil, diperiksa, dan diminta untuk memilih apakah tetap menjadi wakil rakyat atau fokus sebagai Ketua APBMI. Tidak bisa dua-duanya,” tegas Karmin.
Lebih jauh, LKPP Sultra menilai bahwa DPRD sebagai lembaga negara yang memiliki tiga fungsi utama legislasi, anggaran, dan pengawasan tidak boleh diisi oleh individu yang masih menjabat di struktur asosiasi dengan orientasi komersil. Hal itu dinilai bisa mencederai independensi dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap eksekutif maupun dunia usaha.
Kasus ini, menurut Karmin, menjadi ujian bagi integritas para wakil rakyat di Kabupaten Konawe. Rakyat butuh perwakilan yang fokus, bersih, dan bebas dari kepentingan ganda. Bukan wakil rakyat yang malah aktif dalam urusan bisnis dan asosiasi yang berpotensi tarik-menarik kepentingan.
Ini bukan hanya soal jabatan ganda, tapi soal moralitas dan tanggung jawab wakil rakyat. Jika tidak segera disikapi, maka kepercayaan masyarakat terhadap DPRD Konawe akan terus tergerus,” ungkapnya.
Selain itu, Karmin juga berharap agar Aparat Penegak Hukum (APH) dapat menyelidiki kepatuhan terhadap kewajiban pembayaran pajak selama ini, serta menelusuri Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang telah dilaporkan ke KPK.
Penting untuk memastikan apakah kekayaan yang dimiliki benar-benar sesuai dan sebanding dengan yang tercantum dalam laporan tersebut,” pungkasnya
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak DPRD Konawe belum terkonfirmasi. Kendati demikian, media ini akan tetap berupaya melakukan konfirmasi dan memberikan ruang untuk hak jawab sebagaimana diatur dalam kaidah jurnalistik. (redaksi)