Kendari – Kabengga.id(26/8/25) Kasus pengeroyokan terhadap lima anak di bawah umur yang terjadi pada 31 Juli 2025 di Desa Matalagi, Kecamatan Wakorumba Utara, Kabupaten Buton Utara, hingga kini belum mendapatkan penanganan yang jelas dari Kepolisian Resor (Polres) Buton Utara.
Menurut keterangan korban, laporan resmi telah dibuat di Polsek Wakorumba Utara pada 1 Agustus 2025. Namun meski kasus tersebut telah dilimpahkan ke Polres Buton Utara. Ironisnya, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut yang berarti dari pihak kepolisian. Para pelaku pengeroyokan masih bebas berkeliaran tanpa diproses hukum maupun dikenakan sanksi sementara korban mengalami luka fisik dan trauma psikologis yang mendalam.
“Saya sudah melapor, memperlihatkan wajah lebam sebagai bukti dan meminta keadilan. Tetapi sampai sekarang belum ada perkembangan dari Polres Buton Utara,” ujar La Ode Rusdin, salah seorang korban.
Menanggapi hal tersebut, Gafaruddin selaku Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Halu Oleo, menyampaikan kritik keras terhadap Polres Buton Utara. Ia menilai aparat penegak hukum belum menunjukkan langkah konkret dalam menangani kasus ini.
“Laporan telah disampaikan secara resmi, bukti telah diserahkan dan para korban jelas-jelas mengalami luka fisik maupun trauma. Namun yang terlihat justru sikap diam, pembiaran, dan ketidakpekaan dari aparat kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, khususnya anak-anak yang termasuk kelompok rentan,” tegas Gafaruddin.
Sikap aparat yang tidak bertanggung jawab ini bertentangan dengan prinsip penegakan hukum dan amanat peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan tegas mengatur kewajiban negara melindungi anak dari segala bentuk kekerasan. Demikian pula, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa salah satu tugas Polri adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
Keterlambatan dan kelalaian Polres Buton Utara dalam menangani kasus ini menjadi catatan serius bagi penegakan hukum di Sulawesi Tenggara. Penanganan yang tidak segera dilakukan bukan hanya bentuk pembiaran tetapi juga berpotensi melanggar hak-hak dasar anak yang seharusnya dilindungi oleh negara.
