MUNA BARAT, KABENGGA.ID — Lembaga Pemerhati Hak Asasi Manusia (Lepham) Muna Barat menuding UPTD KPH Pulau Muna terlibat dalam praktik pembiaran dan dugaan permainan kotor di balik proyek Jembatan Tolimbo, Desa Tangkumaho, Kecamatan Napano Kusambi.
Ketua Lepham, Muhamad Aswan, menilai KPH Pulau Muna tidak hanya lalai, tetapi juga berpotensi melindungi aktivitas ilegal di kawasan hutan yang digunakan untuk proyek senilai Rp3 miliar tersebut.
“KPH tahu aktivitas itu melanggar hukum, tapi mereka diam. Ini bukan kelalaian, ini pembiaran terencana. Kami menduga ada kepentingan antara KPH dan kontraktor,” tegas Aswan, Senin (20/10).
Aswan menyebut KPH Pulau Muna justru menunjukkan sikap menghindar sejak awal kasus mencuat. Alih-alih menegakkan aturan, mereka dinilai sibuk saling lempar tanggung jawab dan menutupi informasi dari publik.
“KPH kehilangan independensinya. Mereka tidak lagi berfungsi sebagai pengawas hutan, tapi seperti pelindung proyek bermasalah,” ujarnya tajam.
Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 dengan tegas menyatakan setiap pengambilan material dari kawasan hutan tanpa izin adalah tindak pidana. Namun hingga kini, tak ada satu pun tindakan hukum dari KPH maupun instansi terkait.
Lepham juga menyoroti surat perintah Dinas Kehutanan Sultra yang memerintahkan penghentian aktivitas proyek dan verifikasi lapangan, tetapi tak pernah ditindaklanjuti.
“Kalau surat resmi saja diabaikan, berarti ada sesuatu yang ditutupi. Ini cukup alasan bagi Kejaksaan memeriksa Kepala KPH Pulau Muna,” kata Aswan.
Ia menegaskan, pembiaran ini bertentangan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang tengah menertibkan penguasaan kawasan hutan ilegal di seluruh Indonesia.
“Presiden berupaya membersihkan penyalahgunaan kawasan hutan, tapi di daerah justru ada pejabat yang bermain. Itu pengkhianatan terhadap kebijakan nasional,” kecamnya.
Lepham memastikan akan melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan tegas dari KPH Pulau Muna maupun Dinas Kehutanan Sultra.
“Negara tak boleh tunduk pada kongkalikong pejabat dan pengusaha proyek. Kalau dibiarkan, hukum hanya jadi alat dagang kepentingan,” tutup Aswan.(redaksi).