KONSEL –KABENGGA.ID ll Ketua Relawan Pemerhati Keadilan (ARPEKA) menyampaikan kekecewaannya atas sikap Pengadilan Negeri (PN) Andoolo yang dinilai belum menepati janji dalam penyelesaian perkara di Desa Bangun jaya, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan. Pernyataan ini disampaikan usai aksi damai bersama masyarakat dan aliansi pemerhati keadilan yang berlangsung pada awal pekan ini.
Menurut Ketua ARPEKA, aksi kemarin merupakan bentuk penagihan janji yang sebelumnya disampaikan oleh Wakil Ketua PN Andoolo. Dalam aksi sebelumnya, pihak pengadilan berjanji akan mengoordinasikan kembali perkara tersebut ke Pengadilan Tinggi. Namun hingga kini, janji itu dinilai belum memberikan kejelasan.
“Yang kami tuntut adalah kepastian. Dalam pertemuan sebelumnya, dijanjikan akan ada koordinasi ke pengadilan tinggi. Tapi nyatanya, tidak ada tindak lanjut yang jelas,” ujarnya. Perkara yang dimaksud merupakan kasus pidana yang di dalamnya terkandung unsur sengketa perdata, sehingga penanganannya seharusnya mengacu pada regulasi yang berlaku.
Ketua ARPEKA menegaskan bahwa berdasarkan KUHAP Pasal 81 dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 1956, apabila dalam perkara pidana terdapat unsur perdata, maka yang harus didahulukan adalah penyelesaian aspek perdatanya terlebih dahulu. Ia menilai bahwa proses hukum terhadap tersangka dalam kasus ini berpotensi menyalahi aturan tersebut.
“Logikanya jangan sampai seseorang sudah ditetapkan sebagai terdakwa dalam pidana, lalu kemudian ternyata ia menang di perkara perdata. Ini sangat merugikan,” tegasnya. Terlebih, menurutnya, tersangka dalam kasus ini adalah kepala desa aktif yang sedang menjalankan kebijakan berdasarkan hasil musyawarah masyarakat desanya.
Ketua ARPEKA juga menyoroti respons PN Andoolo terhadap aksi damai tersebut yang menurutnya terlalu berlebihan. Padahal, ia menyebut pihaknya telah menyurati Polres Konsel secara resmi untuk meminta pengawalan dan menjamin bahwa aksi berjalan sesuai dengan hukum.
Namun, kehadiran aparat TNI yang diundang langsung oleh pihak PN Andoolo untuk menghadang aksi damai, menurutnya, menimbulkan pertanyaan besar. Ia mempertanyakan alasan di balik pelibatan institusi militer dalam aksi sipil yang berjalan damai dan telah diberitahukan sesuai prosedur.
“Apakah kami dianggap makar oleh negara ini sampai harus didatangkan TNI?” tanyanya. Ia menilai, tindakan tersebut tidak hanya berlebihan, tetapi juga mencederai hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara terbuka di ruang publik, sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Ketua ARPEKA menegaskan bahwa dalam negara demokrasi, masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan ketidakadilan. Pelibatan TNI dalam penanganan aksi damai dianggap sebagai bentuk pengekangan kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.
Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa tindakan PN Andoolo yang melibatkan aparat militer juga berpotensi merusak citra TNI di hadapan rakyat. Ia menyayangkan penggunaan kewenangan yang tidak proporsional dalam menghadapi aksi kemanusiaan yang substansinya adalah menuntut keadilan.
“Kami kecewa. Ini tidak hanya soal sikap pengadilan, tapi juga soal bagaimana institusi negara menyikapi rakyatnya sendiri,” tambahnya. Ia berharap agar pengadilan benar-benar menjalankan proses hukum secara adil dan terbuka tanpa intimidasi, serta menjunjung tinggi supremasi hukum.
Gerakan kemarin, lanjutnya, adalah bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap masyarakat yang merasa dizalimi oleh proses hukum yang tidak utuh. Ia menegaskan bahwa perjuangan ini akan terus dilanjutkan hingga keadilan benar-benar ditegakkan di Desa Bangun jaya dan wilayah lainnya.( LC )