Kendari ll Kabengga. I’d (25 September 2025 ) – Suasana depan kantor DPRD Sulawesi Tenggara mendidih. Ribuan massa dari Perkumpulan Masyarakat Tolaki (PMT) Sultra turun ke jalan, Kamis (25/9), menuntut dihentikannya aktivitas tambang dua perusahaan raksasa: PT Tambang Matarape Sejahtera (TMS) dan PT Starget Fasifik Resouce.

Dua perusahaan ini dituding merampas tanah adat di Desa Matarape, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara. Ketua Umum PMT Sultra, Supriyadin SH, MH, dalam orasinya yang meledak-ledak, menegaskan perjuangan ini bukan sekadar aksi jalanan, tapi perlawanan atas ketidakadilan.

“Kami berdiri di sini bukan untuk main-main! PT TMS dan PT Starget telah mencaplok tanah adat kami, merampas hak masyarakat Tolaki! Kami tidak akan diam!” teriak Supriyadin.

3 Tntutan Mengguncang DPRD Sultra

Massa aksi datang dengan tiga tuntutan keras yang langsung menyasar jantung masalah:

  1. Stop total seluruh aktivitas PT TMS dan PT Starget Fasifik Resouce.
  2. Usut tuntas penyerobotan tanah adat oleh aparat penegak hukum.
  3. Cabut semua izin perusahaan yang dinilai cacat hukum dan merugikan masyarakat.

Supriyadin menegaskan, aksi ini akan terus berlanjut hingga pemerintah benar-benar berpihak kepada masyarakat adat.

“Jangan coba-coba DPRD dan pemerintah daerah berpura-pura buta! Kami akan terus bergerak sampai tanah adat dikembalikan dan perusahaan tambang ini bertanggung jawab,” pekiknya di tengah gemuruh massa.

DPRD Sultra Didesak Tak Jadi Penonton

Aksi ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Massa menuntut DPRD Sultra dan pemerintah daerah berhenti bersikap pasif.

Bagi PMT Sultra, persoalan ini bukan sekadar konflik lahan, tapi soal harga diri dan hak hidup masyarakat adat Tolaki.**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *