Budaya karo yang masih terasa terpelihara turun temurun dalam acara Resmi, Budaya atau Pertemuan sering terdengar oleh kita, Kata Tuhu, Kata Tengteng dan Kata Payo.

Ditinjau dari segi historis dan sosiologi , masyarakat karo bertutur kata selalu mengawali pembicaraan dengan kata yang mempersatukan dengan Setiap orang yang ditemui atau yang bertemu. Untuk itu masyarakat terbiasa menawarkan makan sirih sesama wanita atau menawarkan rokok bagi Pria. Kebiasaan ini yang dipandang Kata Tuhu. Kata Tuhu mampu mempersatukan semua untuk semua, hingga setiap pertemuanpun kata tuhu tadi lebih banyak gurau atau Erbual membuat kita tertawa dan tersenyum.

Setelah saling Kenal melalui “tutur siwaluh rakut sitelu” dan Perkaden Kaden sisepuluh dua tambah satu (tingkat kekerabatan Merga silima), maka ditingkatkan makna pembicaraan dengan Kata tengteng, yaitu Bermusyawarah untuk dimufakati Bersama, dalam Bahasa Karo disebut Arih ersada. Mufakat bermakna mencari solusi kebaikan mencapai tujuan Musyawarah. Dari solusi Kebaikan inilah orang karo memandang Kebenaran untuk jadi Budaya yang dikatakan orang karo Kata Tuhu.

Dari Uraian Tiga kata falsafah tadi, dapat disimpulkan falsafah Etika bagi masyarakat karo tiada kenal minta maaf, karena celah berbuat Kesalahan sangatlah sedikit. Kesalahan “kata dan pemikiran” bagi orang karo akan melahirkan kelalaian dan ke engganan berbuat sesuatu kebaikan yang dibutuhkan keadaan (kreatifitas jadi lemah). Dari falsafah tiga kata ini juga melahirkan sikap prilaku orang karo menjauhi debat, hingga lebih mengambil sikap tidak melakukan intervensi/mengganggu orang lain dan sebaliknya susah di intervensi oleh doktrin yang belum di pahami atau bukan ranah. Dilain sisi falsafah ini membuat orang karo tiada celah cara pandang suatu kejadian dari sisi kebencian dan Ketakutan.

Perkembangan makna budaya masyarakat karo tentu dipengaruhi oleh masyarakat karo di Perantauan, khususnya Pengaruh Doktrin Budaya dan Agama asing. Banyak Tokoh-tokoh asing (agama atau Budaya, Tokoh Ekonomi) yang tanpa sadar memandang suatu kejadian dari sisi kebencian dan ketakutan. Kepentingan tokoh-tokoh tersebut untuk menguasai sumber daya masyarakat setempat.

Manusia yang dibenaknya ditanamkan kebencian dan ketakutan akan mudah di intervensi hingga dapat di doktrin sesuai kebutuhan untuk mengaburkan solusi kebaikan (yang baik pandang sisi buruknya, sedangkan yang benar pun dikelabui dengan kecurigaan).

Untuk memahami sisi pandang suatu Kejadian hinga tertanamnya kebencian dan ketakutan pada masyarakat dapat ditinjau contoh Praktis kehidupan sehari hari.

1.Suatu hari di jalan jamin Ginting, seorang Pengemudi mobil menabrak anak-anak berumur 4 (empat) tahun saat menyeberang, dan anak tersebut luka berdarah.
Sisi Pandang kebencian dan ketakutan yang timbul pada kejadian tersebut kita amati , dari Seorang Wanita Berkata, Kasihan anak yang ditelantarkan Ibunya, akibatnya terpaksa nekat menyeberang tanpa lihat kiri kanan. Wanita tersebut menamnamkan kepada setiap orang yang melihat kejadian tersebut agar Membenci Wanita yang lalai mengurus anak. Serta menanamkan Ketakutan kepada Pria agar mampu memilih Wanita yang Pantas jadi Ibu Keluarga.
Ditinjau dari falsafah tiga Kata orang Karo Tadi, Maka kata-kata Wanita tersebut hanya luapan luka batinya sendiri, dan tiada terkait kata Payo, Kata Tenteng atau Kata Tuhu.

2.Perang Belanda menguasai Indonesia hingga terjajah Ratusan tahun. Banyak tokoh asing menggambarkan kekejaman Belanda pada rakyat Indonesia yang sengsara dan menderita akibat kerja Paksa tanpa upah yang layak. Gambaran tokoh asing ini tentu jauh dari kata Payo, Kata Tenteng atau Kata Tuhu.

Sebagai mana kita ketahui, pada saat itu Rakyat Indonesia Membenci dan Ketakutan berhadapan dengan Belanda. Pada saat itu Bangsa kita kurang menyadari kebencian dan ketakutan, akan melemahkan pertahanan moral dan akhlak kita, serta menghilangkan Kepercayaan diri masyarakat sebagai suatu Bangsa. Dengan demikian Sumber Daya kita dengan mudah dikuasai oleh Asing.

Dari Dua contoh cara tertanamnya kebencian dan ketakutan pada Masyarakat Indonesia, dan hingga kini sampai tahun 2025, masih terasa tumbuh berjamur di masyarakat kita.

Mari kita ulurkan Narasi yang disebar luaskan antara Lain: Memandang setiap Kejadian dengan Narasi Bermanfaat mengembangkan semangat Perjuangan dengan berani dan Percaya diri untuk mencapai tujuan walaupun itu Sulit, penuh derita, dan sengsara. Dengan Narasi Kejadian antara tahun 2000 sampai 2025 yang melanda Dunia, hinga bangs akita terkikis Kebencian dan Ketakutan.

( PakJaras Anti Narasi sudut Pandang yang menumbuhkan Kebencian dan Ketakutan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *