Malang-Seribu hari telah berlalu sejak Tragedi Kanjuruhan merenggut 135 nyawa dan ratusan korban luka-luka dalam malam yang seharusnya penuh euforia sepak bola. Namun bagi para keluarga korban, waktu tidak benar-benar menyembuhkan luka dan keadilan masih terasa jauh dari genggaman
Sekitar 300 orang berkumpul dalam keheningan di depan Gate 13 Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (26/6/2025) malam.
Doa bersama dipanjatkan, air mata jatuh dalam diam dan nama-nama yang meninggal kembali disebutkan dalam lantunan tahlil.
Dalam kerumunan itu, hadir keluarga-keluarga korban seperti Devi Athok dan Juwariah bersama pentolan Arek Malang, Ambon Fanda.
Di tengah suasana haru, Juwariah, ibu dari salah satu korban yang wafat, mengucapkan terima kasih dengan penuh keteguhan hati. “Saya perwakilan keluarga korban mengucapkan terima kasih atas doa dan kehadiran jenengan sedoyo, kalau tidak ada jenengan kita kurang semangat.” “Selama ini mulai dari awal hingga seribu hari ini masih mendampingi kita semua. Terima kasih banyak,” ucap sambil menahan air mata.
Sementara itu, Devi Athok masih menyimpan amarah. Ia belum bisa menerima putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman ringan kepada para terdakwa. Baginya, keputusan tersebut terlalu murah untuk sebuah tragedi yang dirasanya dilakukan secara sadar dan brutal. “Putusan di Laporan Model A sangat tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Karena kesengajaan mereka menembak ke tribune ini sudah sangat melanggar peraturan dan mengakibatkan orang meninggal.” “Tapi kok hukumannya hanya seperti itu, pasalnya hanya pasal kelalaian, seharusnya pasal pembunuhan,” tuturnya.
Kekecewaannya semakin bertambah saat berbicara tentang restitusi yang hanya diberikan sebesar Rp 15 juta kepada keluarga korban meninggal dunia. Bukan tentang angka, tetapi tentang nilai nyawa yang terasa direndahkan. “Kita tidak melihat nilainya, tapi kita sangat kecewa karena begitu murahnya harga nyawa di Indonesia,” kata Devi Athok.
Namun di balik rasa kecewa itu, ia tidak tinggal diam dan akan membawa suara para korban ke Senayan, mendesak MPR dan DPR RI mendorong Polri mengusut tragedi Kanjuruhan ini hingga ke akar-akarnya.
Termasuk para pelaku intelektual yang masih belum tersentuh hukum. “Kita akan menanyakan pada MPR dan DPR RI di Jakarta. Kita minta mereka ke Mabes Polri atau Bareskrim agar pelaku-pelaku ini bisa diusut secara tuntas.” “Ini agar para arwah korban ini bisa tenang, warga Malang juga tenang. Sehingga tidak terjadi lagi kejadian seperti ini di masa depan,” pungkasnya.
Sumber:kompascom/kabenggaid,
