Kendari – Nelayan di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, mengeluhkan penurunan drastis hasil tangkapan ikan dalam beberapa bulan terakhir.
Kondisi ini diduga kuat berkaitan dengan pencemaran laut, menyusul perubahan warna air laut yang menjadi kemerahan, bertepatan dengan meningkatnya aktivitas pertambangan PT WIL di wilayah pesisir tersebut.
Warga setempat menyebutkan bahwa air laut mulai mengalami perubahan warna sejak beberapa tahun terakhir, namun intensitas perubahan semakin parah dalam beberapa bulan belakangan.
Selain berubah warna, air laut juga mengeluarkan bau tidak sedap dan berdampak pada menurunnya populasi ikan di perairan yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian utama warga.
“Biasanya sekali melaut kami bisa dapat 10 hingga 20 kilogram ikan. Sekarang paling banyak hanya 1 sampai 3 kilogram, itu pun
kalau beruntung.
Air laut juga berubah warna, kami khawatir ini karena limbah dari tambang,” ujar Aco, seorang nelayan dari Kelurahan Wolo.
Sejumlah aktivis lingkungan dan organisasi masyarakat Mata Wolo menyuarakan keprihatinan atas kondisi ini. Mereka mendesak pemerintah dan instansi terkait, khususnya Dinas Lingkungan Hidup, untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap potensi pencemaran laut akibat aktivitas tambang PT WIL.
Selain itu, mereka menuntut audit lingkungan independen serta penghentian sementara aktivitas pertambangan jika terbukti melanggar ketentuan perlindungan lingkungan hidup.
Pemerintah daerah juga diminta untuk bertindak cepat dan tegas guna menyelamatkan ekosistem laut dan mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup dari laut.
“Jika tidak segera ditangani, kami khawatir kerusakan ekosistem laut akan semakin meluas dan berdampak jangka panjang pada kesejahteraan masyarakat,” ujar salah satu aktivis Mata Wolo. (redaksi)