KENDARI : Tepat satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, BEM Universitas Halu Oleo menyampaikan evaluasi tajam atas arah kekuasaan yang semakin elitis, militeristik, dan anti-demokrasi. Melalui Kementerian Isu Strategis dan Analisis Kebijakan Publik, Oleh Hairun

Kami menilai bahwa negara hari ini sedang bergerak menjauh dari konstitusi, menjauh dari rakyat, dan mendekat ke tangan-tangan oligarki dan militer.

Dalam perspektif teori negara kritis , seperti disampaikan oleh Nicos Poulantzas negara bukan entitas netral, melainkan arena pertarungan kepentingan kelas. Dan hari ini, negara secara nyata berdiri di barisan kelas pemodal dan militer, bukan di sisi rakyat.

Kritik Tajam terhadap Kebijakan Negara: Perspektif Struktural

  1. Reforma Agraria atau Redistribusi Konflikb?

Apa yang disebut sebagai reforma agraria hari ini bukanlah bentuk keadilan struktural, melainkan proyek legalisasi perampasan tanah. Negara menjadi fasilitator utama bagi mafia tanah—dengan membungkam masyarakat adat, petani, dan pejuang lingkungan lewat kekerasan dan kriminalisasi.

Dalam kerangka teori David Harvey , ini adalah bentuk dari “accumulation by dispossession” – akumulasi modal dengan cara perampasan ruang hidup rakyat.

Tuntutan Kami: Bongkar struktur mafia tanah hingga ke akar birokrasi. Reforma agraria sejati harus dimulai dari keberpihakan penuh kepada petani, bukan korporasi tambang

  1. MBG: Politik Gizi atau Politik Ilusi?

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang sebagai program populis, faktanya jauh dari prinsip kesejahteraan rakyat. Di berbagai daerah, MBG justru menjadi arena reproduksi politik patronase , di mana pengadaan makanan dikuasai oleh vendor-vendor yang dekat dengan kekuasaan. Kasus keracunan siswa di beberapa daerah menjadi bukti bahwa rakyat hanya dijadikan objek kampanye, bukan subjek kebijakan.

Dalam teori james C. Scott, ini adalah bentuk “pseudo-democracy” – di mana negara tampak hadir, tapi hanya untuk menciptakan ilusi kehadiran, tanpa transformasi struktural.

Tuntutan Kami: Evaluasi pelaksanaan MBG yang penuh manipulasi. Audit publik secara terbuka. Libatkan rakyat, bukan kontraktor.

  1. Reformasi Polri: Institusi Sipil yang Kian Otoriter

Polisi, yang secara konstitusional adalah institusi sipil, justru beroperasi dengan logika militeristik: represif terhadap suara kritis, anti-akuntabilitas, dan mengabdi pada stabilitas semu. Kekerasan terhadap demonstran bukan hanya insiden — ia adalah konsekuensi sistemik dari aparatur negara yang gagal direformasi pasca-Orde Baru.

Dalam logika Michel Foucault, kekuasaan bekerja bukan hanya dengan hukum, tapi dengan disiplin dan represi. Hari ini, Polri menjadi alat kedisiplinan ideologis negara terhadap rakyat.

Tuntutan Kami: Bukan hanya reformasi, tapi de-reaksi terhadap institusi. Bentuk lembaga pengawas independen, dan adili aparat yang melanggar HAM.

  1. Militerisasi Sipil: Supremasi Sipil yang Direduksi

Pemerintah hari ini semakin intensif menempatkan militer dalam posisi sipil, baik dalam birokrasi, pangan, logistik, hingga penanganan keamanan. Ini adalah bentuk penyimpangan terhadap semangat Reformasi 1998 yang memisahkan TNI dari urusan sipil.

Dalam kerangka teori supremasi sipil, negara demokratis hanya dapat berjalan jika sipil mengendalikan militer, bukan sebaliknya. Apa yang terjadi hari ini adalah pengembalian peran militer sebagai kekuatan politik.

Tuntutan Kami: Segera tarik militer dari jabatan-jabatan sipil. Hentikan doktrin keamanan yang digunakan untuk membungkam sipil.

  1. Tahanan Politik Mahasiswa : Demokrasi Tanpa Kritik adalah Otoritarianisme

Penangkapan terhadap mahasiswa dan aktivis prodemokrasi adalah tanda bahwa negara tidak lagi mampu berdialog dengan rakyatnya. Aksi damai dibalas penjara, kritik dibalas pasal karet.

Seperti diingatkan oleh Habermas, ruang publik yang bebas adalah syarat mutlak demokrasi deliberatif. Jika ruang kritik dibungkam, maka negara telah berubah menjadi entitas koersif.

Tuntutan Kami Bebaskan seluruh mahasiswa dan aktivis yang ditahan karena aksi damai. Negara seharusnya melindungi hak bersuara, bukan menghukumnya.

Negara Harus Dikembalikan ke Rakyat
“Dalam satu tahun ini, kita menyaksikan arah kekuasaan yang makin otoriter, populis semu, dan anti-kritik. Mahasiswa tidak akan diam. Demokrasi tidak lahir dari kompromi dengan elite, tapi dari keberanian rakyat menolak ketidakadilan.” Hairun, Menteri Isi Strategis dan Analisis Kebijakan Publik BEM UHO

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *