Kendari, 18 Agustus 2025 – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Halu Oleo (UHO) melayangkan kecaman keras terhadap Kepala RSUD Muna yang dinilai gagal menjalankan amanat kepemimpinan, merusak kepercayaan publik, serta mencederai nilai kemanusiaan.
Ketua BEM FH UHO, La Ode Muhamad Barton, menegaskan bahwa persoalan krisis insentif tenaga medis yang berlangsung sejak Oktober 2024 hingga April 2025 bukan sekadar masalah administratif, tetapi sudah masuk ke ranah hukum, hak tenaga kerja, dan moralitas.
“Selama delapan bulan, tenaga kesehatan dipaksa bekerja tanpa kepastian hak, padahal setiap hari mereka memikul tanggung jawab menyelamatkan nyawa manusia,” tegas Barton.
Lebih jauh, Barton menyebut adanya pemotongan sepihak terhadap insentif dokter spesialis dari Rp30 juta menjadi Rp20 juta tanpa persetujuan apa pun. Tindakan ini, kata dia, merupakan bentuk nyata kegagalan Kepala RSUD Muna menghormati asas kepastian hukum dan keadilan.
Dampak Nyata: Pasien Terlantar
Krisis insentif tersebut berujung pada aksi mogok kerja tenaga medis. Akibatnya, sejumlah pasien tidak mendapatkan layanan. Barton mencontohkan seorang anak yang datang dengan harapan mendapatkan pertolongan medis, namun akhirnya tidak tertangani.
“Anak itu menjadi simbol kegagalan sistem kesehatan di Muna, simbol bahwa kelalaian Kepala RSUD telah menjelma menjadi ancaman langsung terhadap hak hidup manusia,” ujar Barton.
Dugaan Markup Obat
Selain soal insentif, Barton juga menyinggung dugaan adanya praktik markup anggaran obat di RSUD Muna. Dugaan ini memperkuat indikasi bahwa persoalan di tubuh rumah sakit bukan hanya kelalaian, tetapi berpotensi mengarah pada praktik manipulatif yang sistematis.
“Jika benar terbukti, maka Kepala RSUD Muna bukan saja gagal memimpin, tetapi juga telah menodai prinsip kemanusiaan dengan memperdagangkan kesehatan publik,” tambahnya.
Desakan Pencopotan Kepala RSUD Muna
Menurut Barton, setidaknya terdapat tiga kegagalan mendasar yang dilakukan Kepala RSUD Muna: gagal menunaikan hak tenaga medis, gagal memberikan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, dan gagal menjaga transparansi keuangan.
“Ketiga kegagalan ini sudah cukup menjadi alasan kuat bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi bahkan mencopotnya dari jabatan,” tegasnya.
Barton menutup pernyataannya dengan kalimat keras:
“Kesehatan masyarakat adalah hak mutlak, bukan hadiah yang boleh ditunda atau dipotong seenaknya. Kepala RSUD Muna telah gagal menjaga amanah, dan kegagalan itu harus dipertanggungjawabkan. Bila pemerintah daerah terus diam, maka pemerintah turut bersalah karena membiarkan rakyatnya ditelantarkan.”
Catatan Redaksi
Sampai berita ini diterbitkan, pihak media telah berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak terkait namun belum memperoleh tanggapan resmi.