Kendari ll Kabengga.id — Aliansi Aktivis Mahasiswa Sulawesi Tenggara (ALAM Sultra) menyoroti dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana desa tahun anggaran 2023–2024 di Desa Bangunsari, Kecamatan Lasalepa, Kabupaten Muna. Dugaan ini mencakup proyek jalan desa hingga program ketahanan pangan yang dinilai tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Ketua ALAM Sultra, Farid Fagi Maladi, S.AP, mengungkapkan bahwa hasil temuan lapangan menunjukkan adanya indikasi penganggaran ganda untuk proyek pembukaan badan jalan yang dikerjakan pada dua tahun anggaran berbeda. Proyek tersebut dinilai tidak transparan dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Menurut Farid, pada tahun 2023 Pemerintah Desa Bangunsari telah mengalokasikan Rp198 juta untuk proyek pembukaan badan jalan sepanjang 600 meter dengan lebar 4 meter, disertai pembangunan empat unit deker dan talud sepanjang enam meter. Namun, meskipun seluruh anggaran terserap, proyek itu tidak disertai dengan penimbunan jalan sebagaimana mestinya.

“Ini aneh. Dengan nilai hampir dua ratus juta, jalan hanya dibuka tanpa ditimbun. Lalu tahun berikutnya kembali dianggarkan Rp70 juta untuk menimbun jalan yang sama. Ini jelas bentuk ketidakefisienan dan indikasi perencanaan yang gagal,” tegas Farid kepada Kabengga.id.

ALAM Sultra menilai, penganggaran tahap kedua senilai Rp70 juta pada tahun 2024 seolah hanya menjadi upaya menutupi kekurangan pekerjaan tahun sebelumnya. Kondisi ini memperlihatkan lemahnya perencanaan serta adanya kemungkinan manipulasi dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban dana desa.

“Ini seperti proyek yang sengaja digantung agar bisa dianggarkan kembali. Jika begitu, maka sangat kuat dugaan adanya permainan dalam penyusunan program dan laporan keuangan,” lanjut Farid.

Selain proyek jalan, ALAM Sultra juga menemukan kejanggalan dalam program ketahanan pangan yang menelan anggaran Rp135 juta pada tahun 2023. Dana tersebut digunakan untuk menanam jagung kuning di kebun desa seluas setengah hektar, namun program itu gagal total tanpa menghasilkan panen ataupun manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Ironisnya, pada tahun 2024, Pemerintah Desa Bangunsari kembali menganggarkan dana sebesar Rp135 juta untuk menanam pisang di lokasi yang sama. Program itu dinilai tidak memiliki arah, asas manfaat, maupun keberlanjutan yang jelas.

“Selama dua tahun, dana ketahanan pangan hanya jadi proyek formalitas. Tidak ada hasil, tidak ada manfaat ekonomi, dan tidak ada keberlanjutan. Ini pemborosan anggaran yang nyata,” tambah Farid.

Tak hanya itu, ALAM Sultra juga menyoroti penggunaan dana sebesar Rp57 juta untuk renovasi Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa Bangunsari. Dari hasil pantauan, proyek tersebut hanya menghasilkan pengecatan ulang dan penggantian plafon pada bangunan berukuran 48 meter persegi tanpa peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat.

“Dengan dana sebesar itu, hasil yang diperoleh sangat tidak sepadan. Indikasi markup dan pengelolaan tidak transparan sangat mungkin terjadi,” ungkap Farid.

Sebagai langkah tindak lanjut, ALAM Sultra berencana melaporkan dugaan penyimpangan tersebut ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dan Inspektorat Kabupaten Muna untuk dilakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh terhadap penggunaan dana desa Bangunsari.

“Kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Dana desa adalah uang rakyat. Ketika proyek gagal dan dianggarkan ulang tanpa hasil, maka harus ada pertanggungjawaban hukum,” tutup Farid Fagi Maladi.(LC)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *