Kendari ll Kabengga.id (1September 2025)– Gelombang demonstrasi besar yang digelar kelompok Cipayung Sultra di Kota Kendari, Senin (1/9/2025), menorehkan sejarah baru. Sejak pukul 09.30 WITA, ribuan mahasiswa memadati jalan, bergerak dari perempatan Pasar Baru hingga memaksa DPRD Sulawesi Tenggara membuka pintu dialog. Pukul 14.11 WITA, aksi berakhir dengan kesepakatan politik yang tak main-main: MOU yang menjerat DPRD dan Kapolda Sultra.

Dalam pertemuan panas tersebut, mahasiswa menuntut perubahan konkret, bukan sekadar janji manis. Kesejahteraan rakyat, evaluasi kinerja kepolisian, hingga akuntabilitas hukum menjadi tuntutan utama. Ketua DPRD Sultra bersama 45 anggota dewan akhirnya tak kuasa menolak dan meneken komitmen hitam di atas putih.

Lebih mengejutkan lagi, DPRD menyatakan dukungan untuk rekomendasi pencopotan Kapolri. Sikap ini disebut sebagai

“konsekuensi politik” atas tindakan represif kepolisian yang selama ini merugikan masyarakat.

Tak berhenti di situ, Kapolda Sultra yang turut hadir dipaksa membuat komitmen berani:

  1. Memperbaiki SOP pengamanan demonstrasi agar tidak ada lagi korban jiwa.
  2. Memecat tidak hormat aparat yang terbukti terlibat pelanggaran, termasuk dalam kasus kematian tujuh korban pembunuhan Afan.
  3. Siap mundur dari jabatan jika polisi kembali melakukan kekerasan terhadap mahasiswa atau rakyat sipil.

Semua itu dituangkan dalam MOU, dokumen politik-hukum yang oleh mahasiswa disebut sebagai “tali leher” bagi penguasa yang gemar ingkar janji.

Koordinator Lapangan Aksi Cipayung, Dirman (Ketua IMM Cabang Kendari), menegaskan bahwa mahasiswa kini punya pegangan sah untuk menagih komitmen.

“Kalau MOU ini dikhianati, maka konsekuensinya jelas: DPRD dan Kapolda harus mundur!” tegasnya.

Meski tidak memberikan tenggat waktu pasti, Cipayung menegaskan akan terus memantau. Mereka bahkan siap turun kembali dengan kekuatan yang lebih besar bila tuntutan dipermainkan.

Aksi ini menjadi tamparan keras bagi DPRD dan kepolisian. Mahasiswa berhasil menundukkan aparat dan elit politik daerah, serta menempatkan isu publik ke panggung politik resmi. Sebuah kemenangan moral yang menegaskan: suara mahasiswa tak bisa lagi dianggap angin lalu.(redaksi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *