Jakarta — Lembaga Pemantau Penegakan Hukum (LPPH) Sulawesi Tenggara kembali mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Senin (1/9/2025). Ini adalah kali ketiga massa aksi menggeruduk KPK untuk menuntut pemeriksaan terhadap Bupati Bombana, BRHD, terkait dugaan kasus korupsi.
Koordinator aksi, Ujang Hermawan, menuding BRHD terlibat dalam penyimpangan anggaran ketika masih menjabat sebagai Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Sultra. Ia menyebut, dugaan tersebut berhubungan dengan 12 paket proyek jalan, irigasi, dan jaringan yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
“Temuan itu jelas tertuang dalam LHP BPK RI Tahun Anggaran 2022–2023. Ada bukti kekurangan volume pekerjaan pada 12 paket proyek yang tidak bisa dianggap remeh,” tegas Ujang.
Tak berhenti di situ, massa juga menyeret nama BRHD dalam kasus lain: pembangunan Jembatan Cirauci II di Buton Utara serta dugaan izin tambang pasir ilegal di Bombana.
“BRHD pernah dipanggil Kejati Sultra sebagai saksi dalam kasus Jembatan Cirauci II. Tapi sampai hari ini proses hukumnya mandek. Padahal, saat itu ia adalah Kadis SDA dan Bina Marga. Tentu harus bertanggung jawab,” lanjutnya.
Ujang juga menyoroti kebijakan BRHD saat menjadi Pj Bupati Bombana yang diduga meloloskan izin tambang pasir bermasalah. Tambang itu bahkan dikaitkan dengan kerabat dekat BRHD.
“Ini jelas konflik kepentingan. Negara dirugikan, lingkungan rusak, dan masyarakat jadi korban,” kecamnya.
Selain persoalan proyek dan tambang, LPPH juga menyoroti gaya hidup mewah BRHD. Publik sempat digegerkan dengan kepemilikan jam tangan mewah berharga fantastis.
“Simbol kemewahan itu semakin menguatkan dugaan adanya praktik mega korupsi. KPK harus bergerak, jangan biarkan rakyat makin kehilangan kepercayaan,” tutup Ujang dalam orasi.
Massa LPPH menegaskan, mereka akan terus mendatangi KPK hingga lembaga antirasuah benar-benar menindaklanjuti laporan
