Kendari – Kabengga.Id ll Musyawarah Daerah (Musda) IV DPW Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Sulawesi Tenggara resmi menetapkan Fajar Ishak Daeng Jaya sebagai Ketua DPW Hanura Sultra periode 2025–2030.
Pembukaan Musda berlangsung meriah dengan penampilan tarian tradisional dari empat etnis besar di Sultra, yakni Tari Linda dari Muna, Tari Lariangi dari Buton, Tari Lumense dari Moronene, serta Tari Mondotambe dari Tolaki. Pertunjukan ini menjadi simbol persatuan dalam keberagaman etnis di Bumi Anoa.

Dalam pidato perdananya, Fajar Ishak menegaskan konsolidasi internal sebagai langkah awal kepemimpinannya. Ia menyadari Hanura mengalami penurunan kursi pada Pemilu 2024 sehingga dibutuhkan kerja kolektif untuk memulihkan kekuatan partai.
“Hal pertama yang akan kami lakukan adalah merangkul kekuatan lama dan menggabungkannya dengan energi baru. Hanura tidak pernah kekurangan kader, hanya saja potensi yang ada belum sepenuhnya diaktifkan,” ujarnya disambut tepuk tangan kader yang hadir.
Fajar menegaskan akan melakukan rekrutmen, restrukturisasi, dan penataan organisasi hingga ke tingkat ranting, kelurahan, bahkan desa. “Kami harus memastikan Hanura siap diverifikasi pada 2027. Setelah Musda ini, kami lanjutkan dengan musyawarah cabang di 17 kabupaten/kota,” jelasnya.
Ia juga memperkenalkan konsep “pelari hebat”, yakni kader unggulan yang disiapkan menghadapi Pemilu 2029 dan Pilkada 2031. “Kader yang tidak kuat berlari akan ditempatkan sesuai posisinya, sementara pelari hebat akan kami dorong untuk mengejar ketertinggalan,” tegasnya.

Menutup pidato, Fajar optimistis Sultra akan tetap menjadi basis suara Hanura. “Hanura sudah ada di hati masyarakat Sulawesi Tenggara. Tinggal bagaimana kita memaksimalkan potensi itu agar kembali menjadi kekuatan besar,” pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Sultra ASR yang hadir sekaligus membuka Musda, menegaskan pentingnya tanggung jawab dalam setiap langkah politik. Ia menekankan bahwa seorang gubernur maupun ketua partai tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan legislatif, lembaga terkait, dan seluruh kader.
“Kita tidak hanya membutuhkan suara lantang, tetapi juga pemikiran kritis dan konstruktif. Dengan begitu, setiap keputusan yang lahir benar-benar berpihak kepada rakyat,” tegasnya.