Kendari, 16 Agustus 2025 — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo (UHO) melontarkan kecaman keras terhadap berlarut-larutnya persoalan insentif tenaga medis di RSUD Muna yang dinilai tidak hanya melanggar aturan administrasi, tetapi juga masuk ranah pelanggaran hukum, hak tenaga kerja, dan hak konstitusional masyarakat.
Ketua BEM Fakultas Hukum UHO, La Ode Muhamad Barton, mengungkapkan penundaan pembayaran insentif selama delapan bulan—mulai Oktober 2024 hingga April 2025—tanpa kejelasan dan transparansi, melanggar Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Selain itu, Barton menyoroti pemotongan sepihak insentif dokter spesialis dari Rp30 juta menjadi Rp20 juta tanpa persetujuan tertulis, yang menurutnya melanggar Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas pacta sunt servanda.
“Alasan keterbatasan anggaran tidak bisa dijadikan dasar untuk mengingkari kewajiban yang telah disepakati. Mengabaikan masalah ini adalah bentuk kelalaian sekaligus pengkhianatan terhadap amanat konstitusi,” tegas Barton, Jumat (16/8/2025).
Ia juga menilai dampak mogok kerja yang membuat pelayanan di berbagai poliklinik terhenti hingga pasien terbengkalai, telah melanggar Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak masyarakat atas layanan kesehatan. Minimnya transparansi dalam pengelolaan dana insentif dari APBD melalui BLUD RSUD Muna disebutnya bertentangan dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
BEM Fakultas Hukum UHO mendesak pemerintah daerah, manajemen RSUD Muna, dan DPRD setempat segera:
Membayarkan seluruh tunggakan insentif sesuai kesepakatan awal tanpa pemotongan.
Membuka laporan keuangan secara transparan dan dapat diakses publik.
“Kesehatan masyarakat adalah hak mutlak, bukan komoditas yang bisa dinegosiasikan. Setiap nyawa yang terancam akibat kelalaian pelayanan kesehatan publik adalah bukti nyata kegagalan pemerintah,” pungkas Barton.