Kendari – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kendari mencatat sebanyak 25 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) periode Januari hingga Mei 2025.
Kepala DP3A Kota Kendari Fitriani Sinapoy saat ditemui di Kendari, Minggu, mengatakan bahwa dari total kasus tersebut, sebanyak 20 kasus terjadi pada anak dan rata-rata kategori kekerasan seksual.
“Sisanya itu kekerasan terhadap perempuan, terjadi di Kota Kendari,” kata Fitriani Sinapoy.
Dia menyebutkan bahwa saat ini pihaknya masih terus mengampanyekan untuk stop kekerasan pada perempuan dan anak untuk mewujudkan Kendari sebagai kota layak anak.
“Dengan menjadikan Kendari sebagai kota layak anak berarti kita sudah mewujudkan Kendari sebagai kota yang layak huni, dimana kita bisa tumbuh dan berkembang dengan baik,” ujarnya.
Fitriani Sinapoy mengungkapkan pihaknya meminta keterlibatan seluruh pihak, baik itu dari pemerintah, lembaga, hingga dunia usaha dan elemen masyarakat untuk bekerjasama dalam mewujudkan kota layak anak dengan menghentikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Lulo.
Ia mengungkapkan berbagai upaya dalam mencegah dan meminimalisir kekerasan terhadap perempuan dan anak, diantaranya menjadikan Kendari sebagai kota layak anak, sosialisasi serta menyediakan layanan. Dalam hal ini, layanan untuk menangani kasus-kasus yang terjadi di Kendari terkait perempuan dan anak, dan pelayanan pusat pembelajaran keluarga (Puspaga).
“Khusus pelayanan pembelajaran keluarga, kita menangani terkait pola asuh yang salah. Jadi, jika ada yang mengalami kekerasan bisa melapor ke UPTD PPA, namun jika berkaitan tentang salah polah asuh bisa ke Puspaga di Kantor DP3A Kendari,” jelas Fitriani Sinapoy.
Dia juga menyampaikan pihaknya juga bersama Dinas Sosial Kota Kendari akan menangani anak-anak jalanan yang terdapat di Kota Kendari, dengan masing-masing sesuai dengan tugasnya.
“DP3A Kendari juga ikut terlibat untuk memastikan bahwa anak-anak di jalanan itu terpenuhi hak-haknya, seperti mendapatkan hak pendidikan, memastikan tidak dieksploitasi secara ekonomi,” tambah Fitriani (redaksi)