KOLAKA – KABENGGA.ID ll Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kolaka bersama pemilik lahan melakukan pengukuran batas tanah di Desa Lamedai, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Kamis (23/10/2025).
Pengukuran ini dilakukan menindaklanjuti laporan warga terkait dugaan penyerobotan lahan oleh PT Rimau Mitra, perusahaan yang beroperasi di bawah PT Indonesia Pomalaa Industry Park (PT IPIP).
Pemilik lahan menunjukkan dokumen legal berupa sertifikat tanah dan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan pada tahun 1982. Mereka menuding perusahaan melakukan aktivitas pembangunan, termasuk pemancangan tiang beton, di atas lahan milik warga tanpa adanya proses pembebasan yang sah.
Salah satu pemilik lahan, Muliati Mancabora, mengaku lahan miliknya telah digusur tanpa ganti rugi.
“Kami sudah menyerahkan sertifikat dan SKT ke pihak pertanahan, tapi lahan kami yang bersertifikat sejak 1982 digusur tanpa ada pembebasan resmi,” ujarnya di lokasi pengukuran.
Muliati menegaskan bahwa dirinya beserta keluarga tidak pernah menjual atau menyerahkan lahan kepada pihak perusahaan.
“Semua legalitas kami lengkap, tapi sampai sekarang belum ada klarifikasi resmi dari pihak PT Rimau,” katanya.
Ia bersama warga lain menuntut agar perusahaan menghentikan sementara seluruh aktivitas di area yang dipersoalkan hingga persoalan hukum dan kepemilikan tanah selesai.
“Kami hanya ingin hak kami dihormati. Kalau memang lahan ini digunakan untuk proyek industri, maka harus ada ganti rugi yang layak dan sesuai prosedur,” tegasnya.
Muliati menambahkan, warga telah melaporkan kasus ini ke Polres Kolaka dan mendatangi Kepala Desa Lamedai, Jaelani Hasan, serta pihak PT Rimau untuk melakukan mediasi di lokasi bersama BPN.
Namun menurutnya, hanya pihak BPN dan aparat kepolisian yang hadir di lapangan. “Kepala desa dan pihak PT Rimau tidak datang memperlihatkan batang hidungnya,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Kolaka, yang diwakili oleh Ilcham Halim, mengatakan pihaknya telah melakukan identifikasi lapangan dan proses berjalan lancar tanpa kendala. “Data yang kami ambil hari ini akan kami olah di kantor.
Nanti akan diketahui apakah lokasi yang dimaksud masuk dalam sertifikat milik Muliati dan H. Bahar atau tidak,” jelasnya.
Ilcham menambahkan, hingga saat ini pihak PT Rimau belum bersedia menunjukkan dokumen sertifikat yang diklaim sebagai dasar kepemilikan.
“Mereka mengaku punya sertifikat, tapi belum memperlihatkan datanya. Kami tunggu itikad baik mereka,” ujarnya.
Muliati sendiri menyatakan bahwa dirinya tidak menyalahkan pihak BPN, namun tetap meyakini sertifikat yang diklaim PT Rimau bukan produk resmi pertanahan.
“Kami sudah lihat sertifikat yang mereka pegang, tapi itu tulisan tangan, bukan sertifikat resmi dari BPN,” tegasnya.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan lahan di sekitar kawasan industri Pomalaa.
Warga berharap pemerintah dan aparat hukum dapat bertindak adil serta memastikan setiap proses pembebasan lahan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.(redaksi).