Foto Tangkap Layar: Prof. Irwandy Arif "Jalan Terjal Pemberantasan Tambang Ilegal" (K.Id74)

Kendari/Kabengga.Id – Pertambangan Tanpa Izin atau PETI terus menjadi perhatian pemerintah. PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh masyarakat atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi dan sosial.

Secara efektif, ada dua metode yang dapat mengatasi PETI dengan menggabungkan dua pendekatan, yakni pendekatan akar masalah dan pemberantasan, Kata Ketua Indonesia Mining Institute, Prof. Irwandy Arif.

Menurutnya, kedua pendekatan tersebut yang harus dikombinasikan agar memberikan hasil yang lebih optimal dalam penanganan PETI.

Jika pendekatan akar masalah digabungkan dengan pemberantasan, langkah ini akan menjadi lebih efektif. Namun, jika hanya menggunakan pemberantasan semata, efektivitasnya akan kurang optimal,” ungkap Prof. Irwandy. Senin (2/9/2024).

Prof. Irwandy menjelaskan terdapat tiga faktor utama yang menjadi akar masalah dari PETI, diantaranya: 1) kesejahteraan Masyarakat didaerah tambang yang masih rendah;

2) rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lokal di sekitar tambang; dan 3) tingginya tingkat pengangguran yang mendorong masyarakat mencari berbagai cara untuk bertahan hidup.

Masalah-masalah ini harus diselesaikan dengan cara mensejahterakan masyarakat, meningkatkan pendidikan mereka, dan menciptakan peluang kerja. Pemberantasan saja tidak cukup,” tambahnya.

Lebih lanjut, Prof. Irwandy juga menambahkan bahwa definisi PETI mencakup penambangan di luar titik koordinat yang diizinkan, tambang tanpa izin resmi, penambangan yang dilakukan meskipun hanya memiliki izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi, tambang tanpa izin resmi.

Ia juga menyoroti bahwa berbagai upaya pemberantasan yang telah dilakukan oleh pejabat tinggi negara dan kementerian terkait, termasuk penugasan dari Presiden kepada Wakil Presiden dan pembentukan tim Satuan Tugas (Satgas) oleh berbagai kementerian dan lembaga. Namun, hingga kini, masalah penambangan tanpa izin ini masih belum sepenuhnya teratasi.

Sudah hampir semua kementerian terkait, seperti Kemenkopolhukam, Kementerian ESDM, Kemenko Marves, hingga Sekretaris Negara, memiliki satgas masing-masing. Namun, hingga saat ini, pemberantasan PETI masih berlanjut,” ujar Prof. Irwandy.

Pertemuan terakhir yang dikoordinasikan oleh Kemenko Marves, Prof. Irwandy menyampaikan bahwa ada tiga pilar utama dalam penanganan PETI, yaitu digitalisasi melalui Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara), formulasi untuk memformalitasikan pertambangan rakyat, serta penegakan hukum jika diperlukan.

Terdapat 2.741 lokasi penambangan tanpa izin yang tersebar di berbagai provinsi, termasuk tambang batu bara, nikel, dan timah. Biaya pemulihan lingkungan dari kegiatan PETI pada tahun 2023 diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun (Data Kementerian ESDM, 2023)

Meskipun tantangan masih besar, Prof. Irwandy optimis bahwa penanganan penambangan tanpa izin ini dapat berhasil dengan pendekatan yang tepat. “Pendekatan harus pada akar masalah, bukan hanya pemberantasan,” pungkasnya.

“Harapannya, dengan keterlibatan semua pihak, penanganan PETI dapat berhasil setelah berlangsung sekitar setahun,” paparnya. (M.)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *