Kendari – Kabengga.id.ll Pusat Studi Konstitusi Mahasiswa Indonesia (PUSKOM) menggelar aksi demonstrasi di Kantor Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (4/9/2025), menyoroti dugaan praktik eksploitasi pekerja oleh PT. Ramadhan Moramo Raya di Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan.

Perusahaan ini diduga melibatkan seorang anggota DPRD Kota Kendari sebagai pemegang saham, sehingga kasus tersebut memicu keprihatinan publik. PUSKOM menilai hal ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat yang diwakili.

Dalam aksinya, PUSKOM menyoroti pembayaran upah di bawah UMP, jam kerja berlebihan tanpa lembur, serta penahanan ijazah pekerja. Berdasarkan slip gaji, pekerja hanya menerima Rp2,8 juta per bulan, padahal Upah Minimum Provinsi (UMP) Sultra 2025 telah ditetapkan Rp3.075.000.

Ketua Umum PUSKOM, Ali Kamri, menegaskan bahwa praktik tersebut melanggar Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. “Bayangkan, seorang karyawan dengan anak yang sedang berkuliah hanya digaji Rp2,8 juta. Cukupkah itu untuk hidup?” ujarnya.

Selain persoalan upah, pekerja dilaporkan dipaksa bekerja 12 jam per hari tanpa kompensasi lembur. Padahal aturan jelas menyebutkan jam kerja maksimal 8 jam per hari untuk sistem 5 hari kerja, dan kelebihan jam kerja harus dibayar lembur.

Lebih jauh, PT. Ramadhan Moramo Raya juga diduga menahan ijazah pekerja sebagai syarat bekerja. PUSKOM menegaskan ijazah adalah dokumen pribadi yang tidak boleh ditahan perusahaan, sebagaimana ditegaskan Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 22/PUU-XII/2014.

Ironisnya, dugaan pelanggaran ini dilakukan oleh seorang anggota DPRD Kota Kendari yang merupakan pemegang saham sekaligus memimpin perusahaan. PUSKOM menilai hal itu mencoreng konstitusi dan merendahkan martabat pekerja.

Dalam tuntutannya, PUSKOM meminta agar Disnaker Provinsi segera turun tangan tanpa saling lempar tanggung jawab dengan kabupaten, menyesuaikan upah pekerja sesuai UMP, membayar lembur, mengembalikan ijazah, serta menyeret pimpinan perusahaan ke ranah hukum.

Mereka juga meminta Badan Kehormatan DPRD Kota Kendari menggelar sidang etik terhadap anggota dewan yang diduga terlibat. PUSKOM menegaskan perjuangan ini bukan hanya soal angka upah, melainkan tentang martabat dan hak asasi pekerja.

Menanggapi aksi tersebut, Kepala Disnaker Sultra, L.M. Ali Haswandy, menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia berkomitmen segera melakukan investigasi ke lapangan untuk memastikan fakta dugaan pelanggaran. “Upah minimum adalah batas terendah yang wajib dipatuhi perusahaan. Saat ini juga kita akan langsung melakukan investigasi lebih lanjut,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa aturan jam kerja, pembayaran lembur, dan larangan penahanan ijazah bersifat mutlak dan wajib dipatuhi. “Perusahaan wajib membayar upah lembur sesuai perhitungan yang berlaku. Tidak ada aturan yang membenarkan penahanan dokumen pribadi pekerja. Jika ditemukan pelanggaran, kami akan mengambil langkah tegas,” tegasnya.

Catatan Redaksi Sultraicon: Hingga berita ini diterbitkan, Sultraicon terus menjalin komunikasi dengan PUSKOM untuk memastikan informasi tetap akurat dan berimbang. Redaksi juga masih menunggu tanggapan resmi dari pihak perusahaan dan DPRD Kota Kendari. Sebagai lanjutan dari pernyataan sikapnya, PUSKOM menegaskan akan kembali menggelar aksi demonstrasi, kali ini di Kantor Transmigrasi dan Tenaga Kerja Provinsi Sultra, untuk menekan pemerintah agar segera mengambil langkah konkret terkait kasus ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *