Presiden Prabowo Subianto kembali menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi di Indonesia dengan menerapkan hukuman mati bagi pejabat yang terbukti mencuri uang rakyat. Wacana ini diungkapkan dalam sebuah pernyataan yang menyoroti urgensi reformasi hukum untuk menindak tegas para pelaku korupsi kelas kakap.

Dalam beberapa kesempatan, Prabowo telah menyuarakan keprihatinannya terhadap maraknya korupsi di Indonesia. Ia menilai bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang merugikan negara dan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, ia berencana memperkuat regulasi dan menyesuaikan hukum agar memberikan efek jera bagi para pelaku.

“Kita harus serius dalam memberantas korupsi. Kalau perlu, hukuman mati diterapkan bagi pejabat yang terbukti mencuri uang rakyat dalam jumlah besar,” ujar Prabowo dalam sebuah wawancara terbaru.Senin (10/3/25)

Pernyataan ini pun mendapat beragam tanggapan dari publik, termasuk para pakar hukum dan aktivis antikorupsi. Beberapa mendukung gagasan ini sebagai bentuk ketegasan dalam menegakkan hukum, sementara yang lain mempertanyakan efektivitas hukuman mati dalam mengurangi tindak pidana korupsi.

Saat ini, Indonesia sebenarnya telah memiliki payung hukum yang memungkinkan penerapan hukuman mati bagi koruptor, khususnya dalam kondisi tertentu. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan jika korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, seperti saat bencana nasional atau dalam kondisi ekonomi darurat.

Namun, hingga kini, belum ada kasus korupsi yang berujung pada eksekusi mati di Indonesia. Jika Prabowo serius menerapkan kebijakan ini, maka diperlukan revisi hukum atau regulasi yang lebih jelas agar dapat diterapkan secara efektif.

Rencana penerapan hukuman mati bagi koruptor ini mendapat respons beragam. Sebagian masyarakat mendukung penuh kebijakan ini, dengan alasan bahwa korupsi telah menjadi penyakit kronis yang menghambat kemajuan bangsa.

“Koruptor itu merugikan rakyat kecil. Kalau mereka dihukum mati, itu bisa menjadi efek jera bagi pejabat lainnya agar tidak berani mencuri uang negara,” ujar Arisandi,M.Si.Purn TNI. Penasehat FKBN Sumut Pusat Bela Negara Kementerian Pertahanan RI dan Penasehat umum media 𝗧𝗲robosnusantara,com. Jakarta saat diwawancarai terkait isu ini.

Namun, di sisi lain, sejumlah aktivis hak asasi manusia (HAM) menilai hukuman mati bukanlah solusi yang tepat. Mereka berpendapat bahwa yang lebih penting adalah memperkuat sistem hukum dan mempercepat proses peradilan agar para koruptor tidak lolos dari jerat hukum.

“Hukuman mati memang terlihat tegas, tetapi efektivitasnya masih bisa diperdebatkan. Yang lebih penting adalah memastikan bahwa semua koruptor benar-benar dihukum dan tidak ada impunitas,” kata Yanti, seorang pengamat hukum dari LSM antikorupsi.

Jika kebijakan ini benar-benar ingin diterapkan, Prabowo harus menghadapi berbagai tantangan, termasuk revisi undang-undang, dukungan politik di parlemen, serta reaksi dari komunitas internasional. Beberapa negara yang menentang hukuman mati mungkin akan memberikan tekanan diplomatik jika Indonesia mulai menerapkan eksekusi terhadap koruptor.

Namun, jika kebijakan ini bisa diwujudkan, hal ini berpotensi menjadi titik balik dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat akan menunggu apakah Prabowo benar-benar bisa mewujudkan komitmen ini atau sekadar menjadikannya wacana politik semata.

Wacana penerapan hukuman mati bagi pejabat yang mencuri uang rakyat menunjukkan keseriusan Prabowo dalam memberantas korupsi. Namun, efektivitas dan tantangan implementasi kebijakan ini masih perlu dikaji lebih dalam. Dengan dukungan penuh dari masyarakat dan sistem hukum yang kuat, bukan tidak mungkin Indonesia benar-benar bisa menekan angka korupsi secara signifikan di masa mendatang Terobosnusantara,com./Kabengga.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *